Mengenai fira



"kak kemarin aku dipanggil sama guru, katanya aku nunggak bayar spp sekolah empat bulan. Ini suratnya, dan bapak disuruh ke sekolah" adikku yang masih duduk di bangku kelas delapan bicara kepadaku yang saat itu sedang mengerjakan tugas kuliah. Aku memandang surat tersebut.

"besok kakak aja yang kesana. Ayah kan harus jualan terus ibu juga harus nyuci" aku tersenyum pada adik laki-laki ku ini. Ia juga ikut tertular senyumanku. Sambil mengangguk ia undur diri untuk kembali masuk ke kamarnya.

Saat di kamarku hanya tinggal diriku sendiri segalanya berubah. Senyum manis langsung tergantikan oleh senyuman yang tipis.

Tunggakan spp? Artinya aku butuh uang. Aku tak mungkin membiarkan biaya sekolah adiku itu ditanggung oleh orangtuaku.

Seketika semua jadi terlihat melelahkan. Tugas kuliah yang tak kunjung selesai karena hanya aku yang mengerjakan sendirian. Seharusnya tugas ini untuk kelompok tapi seperti kebanyakan mahasiswa lainnya, teman sekelompokku hanya menitip nama di lembaran tugas yang aku kerjakan individu. Ahiya, mungkin juga meminjamkan sebuah leptop, sebagai bentuk perhatian agar aku tak usah mengerjakan di warnet seharian.

Besok hari senin, sudah pasti aku akan ada kelas. Tapi besok aku harus datang ke sekolah adikku untuk memenuhi panggilan guru. Mendadak semua hal seperti saling bercanda untuk mempermainkan waktu yang aku punya. Selain itu aku juga membutuhkan pekerjaan. Untuk mulai menyicil semua tunggakan adikku yang pastinya tak akan sedikit, mengingat adikku yang sekolah di SMP swasta modern.

Untuk hal ini, aku tak akan biarkan orangtuaku tahu. Karena mereka pun sudah bekerja terlalu keras untuk melunasi hutang kepada tetangga. Dan alasan mereka meminjam adalah untuk operasi jantungku saat itu. Sangat tidak adil bukan jika aku hanya leha'-leha ketika orang tuaku harus bekerja untuk melunasi hutang.

Aku meraih ponsel. Berniat menelepon temanku di kampus untuk meminta informasi tentang lowongan kerja freelancer. Tak sampai satu menit panggilan tersambung.

"halo, ran. Kamu lagi ngapain? Aku mau bicara nih" ucapku membuka.

"yoi fir, gue lagi diluar nih sama temen-temen. Kenapa?"

Suaranya sedikit berisik. Tapi sepertinya temanku yang satu ini akan mendengar apa yang aku bicarakan.

"kamu kan banyak temen ran, kamu bisa tanyain teman teman kamu buat nyariin aku lowongan kerja ga? Aku lagi butuh kerjaan nih. Freelancer aja gapapa, asal gajinya gak terlalu kecil. Ah iya, gak usah khawatir. Aku bisa ngerjain apa aja." aku mulai menjelaskan.

"hah kerjaan? Lo yakin? Di situasi kampus yang lagi hectic banget lo mau nyari kerja?" tanya rana di seberang. Dengan nada heran yang sangat kentara.

"aku lagi butuh uang nih. Cariin ya rana cantik. Kamu kan baik banget sama aku" aku basa-basi untuk menarik simpati.

"okey. Tapi gue ga janji bakalan cepet ya"

"sip. Oke makasih rana-ku. Enjoy your time. Bay"

Lalu sambungan terputus. Mengembalikan keadaan seperti semula. Sunyi tak terkendali sampai pintu kamar kembali diketuk. Tapi aku yakin kalo itu bukan adikku lagi. Ayah pastinya. Ibu akan langsung masuk.

Setelah aku bilang masuk. Kepala ayah menyembul dari balik pintu.

"kakak sudah makan? Ayah pulang bawa mie goreng nih, mau nawarin ibu sudah tidur. Adek kamu lagi anteng belajar. Ayah gak punya teman makan nih. Mau nemenin?" kata ayah.

Aku hanya tersenyum sambil mengangguk. Sepertinya aku butuh makan untuk kembali menstabilkan pikiranku. Aku mengikuti langkah ayah ke ruangan tengah. Rumah kami tak punya meja makan, hal yang sangat ayah syukuri karena bisa makan diatas gelaran karpet diruang tengah yang sangat sederhana.

Saat aku sudah duduk di atas sofa ayah datang membawa dua piring mie goreng. Aku menerimanya.

Sesi makan ini akan berlanjut jadi sesi menyenangkan karena ayah akan mengajaku bicara mengenai banyak hal. Bercerita mengenai ibu atau masa sekolahnya dulu. Atau banyak hal lainnya.

Semuanya selesai lebih cepat dari biasanya. Diakhiri oleh ayah yang bilang sudah cukup ngantuk dan menghentikan pijatanku di kakinya. Mengingat karena besok hari senin yang artinya tidak boleh terlambat. Ayah menyuruhku untuk segera masuk ke kamar. Aku menurut. Saat sudah beranjak ayah menghentikan langkahku menuju kamar oleh perkataanya.

"kalo ada yang kakak butuhkan, bilang sama ayah. Bilang sama adik juga. Kalopun ayah gak yakin bisa selalu menuhin apa yang kalian inginkan tapi setidaknya ayah sudah berusaha untuk memberikan"

Aku tersenyum sambil mengangguk. Ya, seperti yang sudah kepalamu spekulasikan. Bahwa ceritaku ini tak akan jadi kisah penuh air mata karena drama keluarga. Hanya saja keadaan ceritanya akan sedikit rumit oleh situasi yang seperti tak disederhanakan tuhan.

Komentar